Klaim Nabi Muhammad Bukan Nabi Terakhir, Wanita di Pakistan Dihukum Mati karena Menista Agama


Seorang wanita yang berprofesi sebagai kepala sekolah di Pakistan terancam dihukum mati lantaran mengeklaim bahwa dirinya adalah seorang nabi.

Selain hukuman mati, wanita yang diketahui bernama Salma Tanveer ini didenda uang senilai PKR 50.000 (Pakistan) atau sekitar Rp9,5 juta.

Tanveer dituduh telah menyebarkan selembaran-selembaran informasi tulisannya, yang berisi sangkalan atas finalitas kenabian atau nabi terakhir.

Untuk diketahui, umat Muslim percaya bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang diutus oleh Tuhan dan tidak ada lagi setelah dia.

Di samping itu, pihak kepolisian Lahore, Pakistan, memasukan kasus ini terahdap kasus penistaan agama. Kasus ini dilaporkan pertama kali oleh seorang ulama pada 2013.

Dalam putusan yang dibacakan oleh hakim Mansoor Ahmad Quraeshi, Tanveer terbukti bersalah atas kasus penistaan agama.

"Terbukti tanpa keraguan bahwa terdakwa Salma Tanveer menulis dan mendistribusikan tulisan-tulisan yang menghina Nabi Suci Muhammad dan dia gagal membuktikan bahwa kasusnya termasuk dalam pengecualian. Tertulis dalam pasal 84 dari KUHP Pakistan (PPC)," kata hakim, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Independent pada Rabu, 29 September 2021.

Berdasarkan pasal 84 KUHP, kejahatan yang dilakukan oleh orang yang sakit jikw tidak dianggap sebagai pelanggaran.

Selama persidangan, pengacara Tanveer, Muhammad Ramzan, berpendapat bahwa kliennya "tidak waras" pada saat kejadian dan mendesak pengadilan mempertimbangkan hukumannya.

Namun, jaksa mengajukan laporan oleh dewan medis Institut Kesehatan Mental Punjab yang hasilnya dia "layak diadili karena tidak terbukti mengalami gangguan jiwa."

Sekadar informasi, Undang-Undang penistaan agama era kolonial Pakistan diubah oleh mantan presiden Zia ul-Haq pada 1980-an untuk memperberat hukuman pelaku.

Selain itu, Islamabad dituduh telah menggunakan undang-undang ini untuk mengadili minoritas agam dan sekte Islam seperti Syiah dan Ahmadiyah.

Setidaknya 1.472 orang telah didakwa di bawah hukum kejam di Pakistan sejak 1987. Menurut Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional, ada sekitar 80 terpidana mati atau menjalani hukuman seumur hidup karena penistaan.

Pada bulan Agustus, seorang anak laki-laki Hindu berusia 8 tahun menjadi orang termuda yang pernah didakwa dengan penistaan agama di negara itu. Bocah itu dituduh buang air kecil di perpustakaan sekolah agama Islam.

Keluarga anak laki-laki dan orang lain dari komunitas minoritas di distrik Rahim Yar Khan terpaksa melarikan diri setelah kerumunan mayoritas Muslim menyerang sebuah kuil Hindu setelah pembebasan anak dengan jaminan.

Pakistan telah melaporkan jumlah tertinggi insiden kekerasan massa sebagai akibat dari tindakan penistaan.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel